February 2017

Feb 6, 2017

Keputusan Besar


Assalamualaikum

Tahun 2017 diawali dengan sebuah kejadian yang cukup drama.
Dimana pada akhirnya surat keputusan untuk resign melayang, sekaligus kembali pulang.

HA? RESIGN?

Iya. Resign.

Setelah melalui pemikiran yang panjang selama berbulan-bulan, akhirnya memberanikan diri untuk nulis surat resign. Bukan, bukan ndak mau bersabar. Tapi ketika tempat kerja sudah ndak lagi menjadi tempat belajar yang baik, dan cenderung malah merusak, mungkin mengundurkan diri adalah cara yang boleh diambil.


Kenapa boleh?


Terusin aja bacanya, ya. Nanti juga tau jawabannya.



Sejujurnya, semester lalu terasa begitu berat. Tahun kedua dengan tantangan berkali-kali lipat. Cobaan rasanya dateng dari segala penjuru. Bahkan udah pengen nyerah dari awal semester.

Tapi mungkin bener kata salah seorang temen kalau 'setiap kita pasti punya masa'. Ya kalau masanya belum habis, mau bagaimana pun ya belum bisa berakhir. Takdir. Takdir yang membawa saya ke tempat ini. Takdir pula yang menahan saya untuk sampai di semester akhir.

Menjelang akhir semester, rasanya bener-bener udah ndak karuan. Lelah dan marah bersekutu membuat kata sabar lupa dari ingatan. Sampai akhirnya, surat resign pun melayang ke ruang pimpinan.

Saya ndak akan cerita secara detil permasalahannya apa. Tapi yang pasti, selama satu semeter kemarin, ada sebuah kedzoliman yang terus menerus dibiarkan hingga akhirnya merugikan suatu pihak. Berat yes bahasanya? Jadi berasa tua... Hiks.

Banyak yang menyayangkan keputusan itu sih, dan beberapa diantaranya berusaha untuk menahan. Tapi rasanya tuh kayak udah capek banget. Capek hati, capek fisik. Pengen rehat. Akhirnya, setelah pembagian rapor semester 1, saya resmi mengundurkan diri.






SELESAI.








Beberapa minggu libur dari aktivitas sekolah yang seharusnya belum libur itu rasanya bahagia banget. Tenang. Walaupun kadang suka kangen sama anak-anak sih. Terus kepikiran pengen balik lagi, terus tetiba wakasek kirim pesan suruh dateng lagi ke sekolah hari Senin, terus jadi galau, terus jadi uring-uringan sendiri. Biar gimana pun ndak mudah untuk cari ladang amal lain jaman sekarang.

Tepat pada akhir libur semester 1, hari Minggu, saya izin pamit di grup kelas karena sebelumnya memang belum pamitan. Ya, akhirnya selesai sudah semuanya.

Hari pertama sekolah dapet laporan kalau anak-anak kelas 4 pada nangis berjamaah karena ditinggal wali kelasnya. Beberapa anak kirim pesan kalau kangen suara wali kelasnya yang suka nyanyi di kelas. Sepi katanya. Meleleh lah air mata gegara baca pesan kayak gitu. Ternyata ada juga yang kangen suara cempreng ini. Hiks.

Hari kedua sekolah, pagi-pagi wali murid telepon. Ngobrol panjang lebar yang intinya minta untuk berpikir ulang, sembari mohon untuk tetap tinggal. Sedih lagi, nangis lagi. Dan di hari yang sama, wakasek minta untuk besok datang lagi ke sekolah.

Hari ketiga sekolah, akhirnya memberanikan diri untuk kembali datang ke sekolah. Bukan, bukan untuk ngajar. Tapi untuk memenuhi panggilan wakasek. Ke sekolah, diliat anak-anak, heboh lah mereka. Semua ngumpul di ruang guru. Ada yang sibuk nangis, ada yang sibuk meluk. Jadi berasa keren.

Dan pada akhirnya saya kembali lagi ke sini, setelah melakukan diplomasi, negosiasi, dan tausiyah yang panjang dan penuh air mata. Terkadang ada hal yang harus diabaikan. Ada hal yang tidak perlu dipikirkan. Fokus aja sama tujuan.

Siapa yang bakal jamin kalau di tempat yang lain ndak ada masalah yang sama kayak di sini. Di setiap tempat pasti ada masalahnya masing-masing. Ada dua pilihan sikap yang bisa kita ambil, bersabar atau tinggalkan. Allah menjanjikan pahala yang banyak untuk orang-orang yang mampu bersabar, kan?



!لا تجعل البشر مرآة لأخلاقك، تسيء إن أساءوا، وتحسن إن أحسنوا، كن مصدر ضوء ولا تكن انعكاسًا 
"Jangan jadikan orang lain sebagai cermin akhlakmu. Kau berperilaku buruk seiring buruknya akhlak mereka. Kau berperilaku baik saat baik akhlak mereka. Jadilah sumber cahaya, bukan pantulannya!"



Wassalamualaikum