April 2019

Apr 4, 2019

UN Dihapuskan? Yay or Nay? (Part. 2)


Assalamualaikum

Hae.
Mari kita lanjutin tulisan sok-sokan nanggepin ide penghapusan UN kemarin (klik sini dulu kalo belum baca).


Selain kurikulum yang padat dan jam belajar yang panjang, masalah yang ada di lapangan adalah proporsi jumlah guru dan siswa dalam sebuah kelas di sekolah. Tapi kali ini jangan bandingin sama sekolah swasta dulu ya. Karena dari segi harga pun udah beda.


Sumber: dari sini

Di sekolah negeri, rerata satu kelas dihuni 30 sampai 40 orang siswa. Sedangkan gurunya cuma 1. Bayangkan..
Dengan 1 jam pelajaran = 40 menit di SMP atau 1 jam pelajaran = 45 menit di SMA, dengan komposisi kelas yang kayak gitu ditambah tuntutan kurikulum yang ada, yang terjadi di kebanyakan kelas saat ini adalah guru mengajar sekadar untuk memenuhi target kurikulum. Alhasil gurunya mau ngebut, tapi sayang gak semua siswa bisa ngikut. Kemudian timbullah asumsi bahwa pelajarannya itu susah lah, anaknya yang gak bisa ngikutin pelajaran lah, gurunya gak asik lah, dsb.


Hal ini juga yang akhirnya membuat bimbingan belajar di luar sana menjamur bak tukang jas ujan dadakan di musim ujan. Karena sekolah gak lagi dianggap cukup mampu untuk memenuhi tuntutan orang tua terhadap nilai-nilai indah di atas rapor anaknya. Padahal kalo orang tua mau tau apa yang ada di balik layar bimbingan belajar, dan lebih memahami anaknya, mereka gak akan mau capek-capek nyuruh anaknya ikut kelas tambahan dan lebih milih anaknya istirahat di rumah.


Mungkin kalau kurikulumnya dibuat lebih 'santai' dan perbandingan antara guru dan siswa di kelas lebih manusiawi, kegiatan belajar akan lebih asyik ya? Gak akan ada lagi anak yang malu-malu nanya di kelas, dan semua anak dapet perhatian dari gurunya. Gak ada yang terabaikan.


Terus kita gak perlu lah itu belajar segala macem hal banyak-banyak, toh gak semua yang kita pelajarin bakal berguna di kehidupan nyata kan? Belajar sedikit tapi mendalam dan berkesan itu lebih penting daripada belajar banyak kemudian terlupakan.
#Eaaaa


Anehnya, sekolah sekarang ini dianggap sekadar tempat untuk ujian. Yakin deh banyak di luaran sana orang tua yang berpesan ke anaknya untuk belajar yang bener biar nilai ujiannya bagus, biar bisa dapet kerjaan yang keren. Tapi gak banyak orang tua yang berpesan dan mendukung anak untuk cari passionnya selama sekolah supaya nanti pas lulus bisa lanjut cari kuliah yang sesuai passion dan kerja sesuai yang mereka suka.


Halah, penting amat ngomongin passion.
Yang penting tuh kerja, dapet uang.


Gak gitu, gais...
Orang yang bekerja karena passion, sama orang yang bekerja sekadar kerja itu beda. Contohnya, dokter kandungan yang bekerja sesuai passionnya akan bekerja pakai hati. Menjalankan semua tugasnya dengan senang hati, dan menganggap pasiennya perlu dibantu, diedukasi, dan diyakinkan kalau semua perempuan bisa melahirkan normal. Gak peduli walau biaya lahiran normal itu lebih murah daripada caesar.

Orang yang passionnya dagang, bisa jadi pedagang yang jujur tanpa perlu melakukan hal curang dan merugikan orang.

Yang passionnya jadi pemimpin, bisa jadi pemimpin yang amanah. Kerjanya karena Allah, bisa memimpin dengan baik, tanpa pernah mikirin bagaimana caranya memupuk kekayaan sebanyak mungkin untuk keluarganya.

Dan masih banyak contoh profesi lain yang sebenernya bisa kita bedain mana yang kerja pake hati, mana yang cuma mau memperkaya diri.


Nah, ini yang sebenernya perlu diperhatiin.


Karena banyak sekarang ini anak-anak yang lulus SMA, tapi belum tau mau lanjut kemana. Yang kuliah hanya sekadar kuliah demi tuntutan orang tua dan gengsi lingkungan sekitar. Macem drama koreya SKY CASTLE gitu lah. Makanya gak jarang yang akhirnya ngerasa salah jurusan ketika mereka di bangku kuliah. Termasuk yang pernah dialamin pemilik blog ini. Dan begitu lulus bingung mau kerja apa. Ujung-ujungnya banyak yang nyasar kerja di bank. Lulusan pertanian misalnya.


Padahal kalau kita mau buka mata lebih lebar, banyak loh profesi yang lebih keren di luar sana. Bahwa kerjaan keren gak melulu di kantoran pake jas, depan komputer sampe mata kunang-kunang, haha-hihi sambil minum kopi kekinian, nongkrong di emol sambil petantang petenteng bawa barang-barang kreditan demi tuntutan pergaulan. Seolah udah jadi stereotip kalau definisi kerjaan keren ya yang kayak gitu.


Pengalaman beberapa waktu ngikut suami tugas di pedalaman Kalimantan berhasil membuka mata pemilik blog ini bahwa Indonesia punya Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu melimpah ruah. Dan profesi yang berkecimpung di dunia SDA, yang kerja di lapangan penuh tantangan, itu keren banget sih. Kita gak boleh biarin orang asing yang ambil alih.


Di sini pentingnya peran guru dan orang tua untuk memfasilitasi. Membantu anak untuk cari tau apa passionnya, kemudian mengarahkan atau memberi gambaran tentang apa yang bisa dilakukan dengan kemampuannya tersebut.
Ini sih kayaknya yang luput dari pendidikan saat ini.


Yang perlu digarisbawahi adalah kita gak perlu memaksa anak untuk menguasai semua bidang. Karena akan jadi kasian ketika dia malah gak tau apa passion dan tujuan hidupnya. Fokus pada kelebihannya, bantu untuk kekurangannya.


Halah ngomong doang.


Sejujurnya pemilik blog ini bukan orang yang super pinter dalam hal pelajaran. Sungguh. Cuma sekadar suka dunia pendidikan dan anak-anak serta ditakdirkan untuk terjun ke lapangan. Iya gitu deh kayaknya. Makanya fokusnya bukan jadiin anak juara olimpiade. Lebih ke pengen ngasih pengalaman belajar yang menyenangkan aja sih. Jadi buat yang gak bisa ya dimotivasi, buat yang udah bisa dikasih tantangan lebih supaya makin percaya diri. Emang butuh effort lebih, pun terkadang ngerasa lelah di tengah jalan, tapi ketika ada anak yang dulunya benci banget Matematika dan udah bertahun-tahun gak ketemu terus nyapa terus bilang, "Alhamdulillah aku keterima di Arsitektur UI. Makasih ya miss udah ngebimbing dulu waktu SMP. Gak sadar itu udah lama banget tapi masih berkesan" itu rasanya terharu pisan..


Karena sejatinya belajar dengan paksaan itu gak baik, sodara-sodara..


Pendidikan bukan sekadar angka di atas kertas. Jauh dari itu, pendidikan seharusnya bisa menyiapkan manusia untuk menjadi pribadi yang baik.


Baiklah, mari kita akhiri tulisan sok tau dan sok pinter 2 episode kali ini. Semoga apa yang disemogakan bisa diwujudkan. Tapi kalo misalnya ndak bisa diwujudkan, ya setidaknya ini pernah ada di pikiran.
Daripada nggak pernah mikirin, ya kan?


Jadi, kalau UN dihapuskan YAY atau NAY nih?


Dari anak paling sok tau di pinggiran kota Jakarta,
Wassalamualaikum