August 2016

Aug 14, 2016

Di Balik Layar Full Day School


Assalamualaikum

Beberapa waktu belakangan, lagi rame-ramenya nih berita tentang Menteri Pendidikan kita yang baru mengangkat isu Full Day School alias sekolah sehari penuh untuk pendidikan dasar (SD & SMP). Sebagai pengajar di sebuah sekolah yang lebih dulu mengusung konsep FDS, saya punya beberapa pandangan. Tulisan ini bersumber dari kisah nyata, tapi sama sekali nggak ada maksud mau menjatuhkan pihak mana pun.



Oke kita mulai.




Sebagai siswa FDS,
aku bosen sekolah. Setiap hari aku masuk jam 07.00 dan harus pulang jam 16.00, dengan jadwal pelajaran segambreng dan waktu breaktime sedikit. Pagi-pagi lagi males gerak disuruh sholat dhuha, pas siang lagi asik-asik makan disuruh cepet-cepet biar nggak ketinggalan sholat Dzuhur. Berasa di pelatihan tentara. Sebenernya enak sih, di sekolah bisa ketemu temen-temen. Aku lebih suka main, ketemu temen, main sama mereka, tapi sayangnya nggak bisa. Aku dipaksa untuk duduk anteng, karena yang nggak anteng dianggap anak bandel, dan nelen semua ilmu yang dikasih semua guru yang minta diperhatiin dari pagi sampai sore hari selama 5 hari berturut-turut. Kalau aku nggak merhatiin, nanti aku dimarahin. Padahal aku kan capek. Banyak banget hal yang harus diinget. Banyak hal yang harus ditulis. Otak dan tangan aku butuh istirahat.


Sebagai guru FDS,
saya merasa seperti kerja rodi. FDS menjadikan guru layaknya orang kantoran. Lebih dari orang kantoran malah. Masuk pukul 07.00, pulang pukul 16.00, bahkan kalau ada rapat kita bisa pulang selepas Isya. Ya mau bagaimana lagi, wong waktunya nggak ada. Belum lagi kalau ada pelatihan di hari libur, seolah tidak rela kami beristirahat barang sebentar. Gajinya besar? Belum. Tapi kan pahalanya banyak? Ya mungkin, tapi tanggung jawabnya juga amat sangat banyak. Tugas guru bukan hanya mengajar di kelas, ada setumpuk administrasi yang harus dipenuhi. Nggak heran banyak guru jomblo di FDS. Tolong pak Menteri, perhatikan nasib kami..


Sebagai orang tua siswa FDS,
saya akan merasa tenang, karena saya kerja anak-anak ada di tempat yang tepat. Nggak perlu khawatir anak akan kesepian di rumah, nggak perlu sewa babysitter untuk ngurusin, ya paling untuk anter jemput anak aja. Nanti kalau ada apa-apa sama anak, ya tinggal salahin sekolahnya. Toh si anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Belum lagi, mata pelajaran yang lebih banyak dan lebih beragam dari sekolah umum, pasti bisa membuat anak saya semakin pintar dan luas pengetahuannya. Pun saya nggak perlu repot mendidik anak untuk pintar masalah agama. Di sekolah pasti sudah diajarkan bagaimana cara sholat, membaca, dan menghafal Al-Qur'an. Jadi saya bisa bekerja dengan tenang. Mengumpulkan uang untuk nanti anak-anak liburan. Suka ribet soalnya kalau anak-anak ada di rumah.


Sebagai calon orang tua,
saya nggak akan mendaftarkan anak saya ke FDS. Mungkin homeschooling adalah pilihan tepat. Saya ingin mendidik anak-anak saya sendiri, membuat sekolah sendiri, dengan kurikulum sendiri, dan mata pelajaran yang anak pilih sendiri. Tidak mungkin? Mungkin. Oleh karenanya saya harus terus belajar.



Sekian dan mohon maaf sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum