2017

Aug 22, 2017

Nikmati Takdirmu


Assalamualaikum

Definisi prestasi mungkin berbeda di setiap jenjang usia.
Ketika bayi, 'prestasi' yang membanggakan itu ketika kita bisa merangkak, duduk, berdiri, berjalan, dan sebagainya.

Ketika balita, 'prestasi' itu adalah ketika kita sudah bisa berbicara, bernyanyi, berhitung, membaca, dan teman-temannya.

Memasuki usia sekolah, definisi 'prestasi' mulai berubah menjadi angka-angka yang semakin besar nilainya dianggap semakin baik. Nilai bagus, peringkat teratas, lulus dengan nilai baik, menjadi juara berbagai lomba, masuk ke sekolah favorit, dan sejenisnya.

Lulus sekolah, definisi 'prestasi' akan berubah lagi jadi kerja dimana, posisinya sebagai apa, dan incomenya berapa, dan lain-lain. Kemudian definisi itu akan semakin bertambah seiring bertambahnya usia. Semakin cepet nikah, semakin baik. Setelah nikah, prestasi itu adalah ketika berhasil punya anak. Setelah punya anak, definisi 'prestasi' akan kembali ke siklus awal. Prestasi itu ketika anaknya bisa merangkak, duduk, berdiri, berjalan, dan sebagainya. Gitu terus sampe anaknya anak punya anak dan  anaknya punya anak lagi.

'Kapan lanjutin sekolah?'
'Kapan lulus?'
'Kapan nikah?'
'Kapan punya anak?'
'Kapan mau ngasih adek buat kakaknya?'
Dan berbagai pertanyaan berawalan 'Kapan' pada akhirnya akan jadi bahan obrolan yang mungkin niatnya becanda tapi sungguh menyesakkan jiwa.


Ah, mungkin baper aja.


Tapi serius, gaes..
Yuk berhenti menanyakan pertanyaan berawalan 'kapan' ke orang-orang. Demi persatuan, kesatuan, dan kedaulatan bangsa.
HA. HA. HA.



Dari yang udah kenyang ditanya "kapan",
Wassalamualaikum


May 1, 2017

Hikmah Di Balik Batalnya Pengunduran Diri


Assalamualaikum

HOLAAAAAAAA!!
Kali ini, mari kita nulis dengan bebas. Lupakan aturan kalau nulis itu harus ini, harus itu, kalo nanti begini, kalo nanti begitu. Percayalah, semua itu hanya pencitraan supaya dibilang udah dewasa. Hahahahaaaaah -__-


Oke, sekarang mau cerita sesuatu.
Dari judulnya aja kan udah kayak judul majalah Hidayah gitu kan. Berarti cerita kali ini bakal sangat menakjubkan. Menggetarkan jiwa raga. Menggemparkan dunia. Mengguncang hati para tuna asmara. Menghebohkan ibu-ibu sosialita. *Apaan sih -__-*


Jadi gini...

IBUUU, BAPAAAK, AKU JUARAAA!
AKU JUARAAAA!!
AKU JUARAAAAAAAAA!!!


Awal bulan April, tetiba ditunjuk untuk jadi perwakilan untuk lomba The Best Teacher Competition yang diadain yayasan untuk seluruh cabang. Dari sekolah ngirim 4 guru, untuk ikut lomba pengembangan program, RPP, media pembelajaran, sama mendongeng. Entah ada angin apa, tetiba saya ditunjuk untuk jadi perwakilan lomba media pembelajaran. Mungkin karena saya keren..


Tapi ternyata orang keren juga bisa kebingungan nyari ide loh. Beneran deh. Karena waktunya juga mepet, dan dikasih taunya dadakan, ditambah KBM juga masih terus jalan, akhirnya stuck lah ndak tau mau bikin media apa. Alhamdulillah, di sekolah masih dikelilingin sama orang-orang baik yang bantu nyemangatin dan minta traktiran kalo nanti menang. Mereka bilang pake media yang udah pernah dipake aja, itu yang ada di kelas 4 kan banyak.


Akhirnya, setelah memutuskan mau bikin media apa, mulai lah ribet bikin karya tulis. Karena di proposalnya ditulis kalo media pembelajaran harus bikin karya tulisnya juga. Seketika inget masa-masa nulis skripsi deh. Waktu baca jurnal, nulis latar belakang, bikin teori, footnote, daftar pustaka,  kejar-kejar dosen.


Kamis, 13 April 2017 berempat jalan ke Ketapang buat lomba. Horeeee bebas tugas sehari! Pas presentasi berasa kayak maju sidang skripsi lagi. Deg-degan. Ditambah lagi pengujinya adalah ustadz yang kerjanya ngeledekin dari jaman pelatihan dulu. Habislah sudah.




Alhamdulillah. Allah itu Maha Baik. Kata orang sih, sabar itu emang pahit, tapi buahnya manis. Coba kalo kemaren jadi resign kan, mana bisa jadi juara. Harus berterima kasih nih sama orang tua murid yang udah nahan biar ndak resign. Berarti harus terima kasih juga sama yang udah bikin pengen resign.
Hei kamu makasih ya!


Tahun kedua ini bener-bener disuruh belajar banyak sama Allah. Satu tahun yang luar biasa. Dikelilingin sama anak-anak super kreatif yang setiap hari ada aja yang nangis, berdarah, dan marahan, orang tua murid yang baik-baik dan perhatian, serta teman-teman yang menguatkan walaupun tembok pertahanan berkali-kali runtuh. Entah akan ada tahun ketiga dan seterusnya atau ndak...


Mengajar itu harus sepenuh hati, bukan sepenuh gaji.


Wassalamualaikum


Mar 29, 2017

Episode 6: Suatu Hari Nanti




Perkenankan aku menyapamu dalam tulisan. Menyampaikan rangkaian kata yang tak kuasa kujabarkan lewat suara. Sebaris aksara yang aku bahkan tak yakin kau akan membacanya.


Hai, apa kabar?
Akan kumulai tulisan ini dengan menanyakan kabarmu. Tentu saja aku ingin tahu. Sudah terlalu lama kita tak jumpa, kan?


Hari ini langit masih tampak sayu. Tangisnya sudah mulai reda, menyisakan bau hujan dimana-mana. Namun matahari mulai beranjak mengambil bagian. Tak boleh mendung terlalu lama, katanya.


Aku mulai berani duduk-duduk di bawah langit. Di sebuah lapangan rumput yang luas dan menghijau. Melupakan hujan, yang beberapa waktu silam terasa begitu menyesakkan. Tidak, aku tidak benci hujan. Aku hanya benci kisah yang pernah ada di dalamnya.


Kulihat seseorang tengah berjalan menuju arahku. Membawakan segenggam cita dan harapan. Membuat tubuhku seketika kaku. Bingung. Entah harus lari, atau menantinya sampai ke sini.
Hingga kuberanikan untuk tetap tinggal.


Ia datang sambil menyuguhkan sebuah senyuman hangat. Sebuah tatapan lekat yang sudah lama tak kulihat. Sebuah langkah yang tergesa, dan lisan yang mengucap,
"Maaf aku terlambat."


Hatiku mengembang. Ini bukan soal cepat atau lambat. Ini soal waktu yang tepat. Waktu. Waktu yang membawamu menemuiku saat ini. Bukan kemarin, bukan nanti. Tapi hari ini.
"Terima kasih sudah datang", ucapku dalam diam.


Aku persilakan kau masuk, kemudian duduk.
"Hati-hati", kataku dengan hati-hati.
Tempo hari ada yang pernah bermain-main di sana, dan memecahkan separuh hati hingga retak.
Tak bertanggung jawab.
Aku khawatir sisa pecahannya akan mengenaimu.


Tak perlu khawatir tentang aku. Tentang masa lalu. Karena pada akhirnya, semua perkara hidup hanya perlu diikhlaskan, kan? Cukup lihat aku yang sekarang. Yang pernah mencoba bertahan. Sendirian.


Padamu yang aku semogakan untuk tetap tinggal,
suatu hari nanti...



Feb 6, 2017

Keputusan Besar


Assalamualaikum

Tahun 2017 diawali dengan sebuah kejadian yang cukup drama.
Dimana pada akhirnya surat keputusan untuk resign melayang, sekaligus kembali pulang.

HA? RESIGN?

Iya. Resign.

Setelah melalui pemikiran yang panjang selama berbulan-bulan, akhirnya memberanikan diri untuk nulis surat resign. Bukan, bukan ndak mau bersabar. Tapi ketika tempat kerja sudah ndak lagi menjadi tempat belajar yang baik, dan cenderung malah merusak, mungkin mengundurkan diri adalah cara yang boleh diambil.


Kenapa boleh?


Terusin aja bacanya, ya. Nanti juga tau jawabannya.



Sejujurnya, semester lalu terasa begitu berat. Tahun kedua dengan tantangan berkali-kali lipat. Cobaan rasanya dateng dari segala penjuru. Bahkan udah pengen nyerah dari awal semester.

Tapi mungkin bener kata salah seorang temen kalau 'setiap kita pasti punya masa'. Ya kalau masanya belum habis, mau bagaimana pun ya belum bisa berakhir. Takdir. Takdir yang membawa saya ke tempat ini. Takdir pula yang menahan saya untuk sampai di semester akhir.

Menjelang akhir semester, rasanya bener-bener udah ndak karuan. Lelah dan marah bersekutu membuat kata sabar lupa dari ingatan. Sampai akhirnya, surat resign pun melayang ke ruang pimpinan.

Saya ndak akan cerita secara detil permasalahannya apa. Tapi yang pasti, selama satu semeter kemarin, ada sebuah kedzoliman yang terus menerus dibiarkan hingga akhirnya merugikan suatu pihak. Berat yes bahasanya? Jadi berasa tua... Hiks.

Banyak yang menyayangkan keputusan itu sih, dan beberapa diantaranya berusaha untuk menahan. Tapi rasanya tuh kayak udah capek banget. Capek hati, capek fisik. Pengen rehat. Akhirnya, setelah pembagian rapor semester 1, saya resmi mengundurkan diri.






SELESAI.








Beberapa minggu libur dari aktivitas sekolah yang seharusnya belum libur itu rasanya bahagia banget. Tenang. Walaupun kadang suka kangen sama anak-anak sih. Terus kepikiran pengen balik lagi, terus tetiba wakasek kirim pesan suruh dateng lagi ke sekolah hari Senin, terus jadi galau, terus jadi uring-uringan sendiri. Biar gimana pun ndak mudah untuk cari ladang amal lain jaman sekarang.

Tepat pada akhir libur semester 1, hari Minggu, saya izin pamit di grup kelas karena sebelumnya memang belum pamitan. Ya, akhirnya selesai sudah semuanya.

Hari pertama sekolah dapet laporan kalau anak-anak kelas 4 pada nangis berjamaah karena ditinggal wali kelasnya. Beberapa anak kirim pesan kalau kangen suara wali kelasnya yang suka nyanyi di kelas. Sepi katanya. Meleleh lah air mata gegara baca pesan kayak gitu. Ternyata ada juga yang kangen suara cempreng ini. Hiks.

Hari kedua sekolah, pagi-pagi wali murid telepon. Ngobrol panjang lebar yang intinya minta untuk berpikir ulang, sembari mohon untuk tetap tinggal. Sedih lagi, nangis lagi. Dan di hari yang sama, wakasek minta untuk besok datang lagi ke sekolah.

Hari ketiga sekolah, akhirnya memberanikan diri untuk kembali datang ke sekolah. Bukan, bukan untuk ngajar. Tapi untuk memenuhi panggilan wakasek. Ke sekolah, diliat anak-anak, heboh lah mereka. Semua ngumpul di ruang guru. Ada yang sibuk nangis, ada yang sibuk meluk. Jadi berasa keren.

Dan pada akhirnya saya kembali lagi ke sini, setelah melakukan diplomasi, negosiasi, dan tausiyah yang panjang dan penuh air mata. Terkadang ada hal yang harus diabaikan. Ada hal yang tidak perlu dipikirkan. Fokus aja sama tujuan.

Siapa yang bakal jamin kalau di tempat yang lain ndak ada masalah yang sama kayak di sini. Di setiap tempat pasti ada masalahnya masing-masing. Ada dua pilihan sikap yang bisa kita ambil, bersabar atau tinggalkan. Allah menjanjikan pahala yang banyak untuk orang-orang yang mampu bersabar, kan?



!لا تجعل البشر مرآة لأخلاقك، تسيء إن أساءوا، وتحسن إن أحسنوا، كن مصدر ضوء ولا تكن انعكاسًا 
"Jangan jadikan orang lain sebagai cermin akhlakmu. Kau berperilaku buruk seiring buruknya akhlak mereka. Kau berperilaku baik saat baik akhlak mereka. Jadilah sumber cahaya, bukan pantulannya!"



Wassalamualaikum